Selasa, 25 Agustus 2015

"Kesaktian" Jenderal Soedirman

Soedirman terkenal punya firasat dan perhitungan jitu semasa bergerilya. Anak bungsunya, Mohamad Teguh Sudirman, mendengar banyak cerita “kesaktian” ayahnya. Teguh lahir pada 1949 ketika ibunya bersembunyi di Keraton Yogyakarta saat ayahnya bergerilya. Dia tak sempat bertemu dengan ayahnya, yang meninggal dua bulan setelah ia lahir, dan hanya mendengar kisah Soedirman dari sang ibu, Siti Alfiah.
Ceritanya ketika Soedirman sampai di Gunungkidul. Ia tak mengizinkan pasukannya beristirahat lama-lama. Benar saja, beberapa saat kemudian, pasukan Belanda tiba di lokasi peristirahatan pasukannya. Jika Soedirman, yang dalam sakit bengek dan tubuh rapuh, tak segera meminta mereka jalan lagi, pertempuran tak akan bisa dihindari. “Dan bisa jadi pasukan Bapak kalah,” kata Teguh.
Soedirman, yang selalu menyamar sepanjang gerilya, juga kerap diminta mengobati orang sakit. Di sebuah desa di Pacitan, Teguh bercerita, Soedirman dan pasukannya kelaparan karena tak menemukan makanan berhari-hari. Mau meminta kepada warga desa, takut ada mata-mata Belanda. Saat rombongan ini beristirahat, seorang penduduk menghampiri mereka dan meminta air mantra untuk kesembuhan istri lurah di situ.
Sang Panglima mengambil air dari sumur, lalu meniupkan doa. Ajaib, istri lurah yang terbaring payah itu bisa bangun setelah minum. Pak Lurah pun menyilakan Soedirman dan anak buahnya beristirahat. Ia menjamunya dengan pelbagai makanan. “Baru setelah itu Bapak mengenalkan diri,” kata Teguh.
Keris Penolak Mortir 
Desing pesawat membangunkan Desa Bajulan yang senyap pada suatu hari di awal Januari 1949. Penduduk kampung di Nganjuk, Jawa Timur, yang tengah berada di sawah, halaman, dan jalanan itu panik masuk ke rumah atau bersembunyi ke balik pepohonan.
Warga Nganjuk tahu itu pesawat Belanda yang sedang mencari para gerilyawan dan bisa tiba-tiba memuntahkan bom atau peluru. Tak kecuali Jirah. Perempuan 16 tahun itu gemetar di dapur seraya membayangkan gubuknya dihujani peluru.
Di rumahnya ada sembilan laki-laki asing tamu ayah angkatnya, Pak Kedah, yang ia layani makan dan minum. Meskipun tak paham siapa orang-orang ini, Jirah menduga mereka yang sedang dicari tentara Belanda. Sewaktu pesawat mendekat, dia melihat seorang yang memakai beskap duduk di depan pintu dikelilingi delapan lainnya. “Saya mengintip dan menguping apa yang akan terjadi dari dapur,” kata Jirah, September lalu.
Lelaki pemakai beskap yang oleh semua orang dipanggil “Kiaine” atau Pak Kiai itu mengeluarkan keris dari pinggangnya. Keris itu ia taruh di depannya. Tangannya merapat dan mulutnya komat-kamit merapal doa. Ajaib. Keris itu berdiri dengan ujung lancipnya menghadap ke langit-langit. Kian dekat suara pesawat, kian nyaring doa mereka.
Keris itu perlahan miring, lalu jatuh ketika bunyi pesawat menjauh. Kiaine menyarungkan keris itu lagi dan para pendoa meminta undur diri dari ruang tamu. Kepada Jirah, seorang pengawal Kiaine bercerita bahwa keris dan doa itu telah menyamarkan rumah dan kampung tersebut dari penglihatan tentara Belanda.
Dari curi dengar obrolan para tamu dengan ayahnya itu, Jirah samar-samar tahu bahwa orang yang memakai beskap bertubuh tinggi, kurus, dan pendiam dengan napas tercekat yang dipanggil Kiaine tersebut adalah Jenderal Soedirman. “Saya mendapat kepastian itu Pak Dirman justru setelah beliau meninggalkan desa ini,” ujarnya.
Waktu itu Panglima Tentara Indonesia ini sedang bergerilya melawan Belanda, yang secara resmi menginvasi kembali Indonesia untuk kedua kalinya tiga tahun setelah Proklamasi. Jirah ingat, rombongan yang berjumlah 77 orang itu, datang ke Bajulan pada Jumat Kliwon Januari 1949. Di rumahnya, Soedirman ditemani delapan orang, antara lain Dr Moestopo, Tjokropranolo, dan Soepardjo Roestam. Yang lain menginap di rumah tetangga.
Selama lima hari di Bajulan, tak sekali pun Belanda menjatuhkan bom atau menembaki penduduk. “Itu berkat keris dan doa-doa,” kata Jirah. Soedirman seolah-olah tahu tiap kali Belanda akan datang mencarinya. Karena itu, operasi Belanda mencari buron nomor wahid tersebut selalu gagal.
Keris Cudrik
Jenderal Soedirman juga memiliki keris kecil yang bernama keris cudrik. Anak bungsu Soedirman, Mohamad Teguh Sudirman, bercerita sewaktu ayahnya terpojok di lereng Gunung Wilis, Tulungagung, keris ayahnya bisa menyelamatkan pasukannya. Padahal ketika itu tentara gerilyawan tak punya celah meloloskan diri dari kepungan pasukan Belanda.
Soedirman tiba-tiba mencabut cundrik, keris kecil pemberian seorang kiai di Pacitan, dan mengarahkannya ke langit. Tak berapa lama, awan hitam bergulung-gulung, petir dan angin menghantam-hantam. Hujan lebat pun turun dan membuyarkan kesolidan pengepungan Belanda. Lagi-lagi pasukan Soedirman selamat.
Cundrik itu ia tinggalkan di rumah penduduk. Beberapa tahun setelah Soedirman meninggal pada 1950, Panglima Kodam V Brawijaya Kolonel Sarbini datang ke rumahnya di Kota Baru, Yogyakarta, ditemani seorang petani.
Menurut Teguh, Sarbini bercerita kepada ibunya, Siti Alfiah, petani itu hendak mengembalikan cundrik Soedirman yang dititipkan kepadanya sewaktu gerilya. “Cundrik itu kami titipkan di Museum Soedirman di Bintaran Timur, Yogya,” ujar Teguh. “Tapi sekarang hilang.”
Gunakan Kekuatan Mistik Dalam Berdiplomasi
Kepercayaan dan kegemaran Soedirman pada supranatural tak hanya saat gerilya, tapi juga dalam diplomasi formal dengan Belanda. Muhammad Roem punya kisah menarik tentang klenik Soedirman. Syahdan, suatu pagi beberapa hari menjelang perundingan Renville di Yogyakarta pada 17 Januari 1948, Roem dipanggil Presiden Sukarno.
Presiden meminta Ketua Delegasi Indonesia dalam perundingan itu menemui Soedirman di rumahnya. “Sebagai ketua delegasi, jiwa Saudara harus diperkuat,” kata Presiden. “Temuilah segera Panglima Soedirman.” Meski awalnya menolak, Roem, yang tak mengerti urusan klenik, menuruti saran itu.
Di rumahnya, Soedirman sudah menunggu. Sang Panglima ditemani seorang anak muda yang ia kenalkan kepada Roem sebagai “orang pintar”. Rupanya, anak muda yang dikenal Roem tak punya pekerjaan tetap itu yang akan “memperkuat jiwa” Menteri Dalam Negeri ini. Dukun itu kemudian memberinya secarik kertas. “Jimat ini tak boleh terpisah dari Saudara,” kata Soedirman. “Kalau hilang, kekuatannya bisa berbalik. Jagalah sebaik-baiknya.”
Jimat itu menemani Roem menghadapi delegasi Belanda yang keras kepala tak mau hengkang dari Indonesia. Seorang diplomat Amerika Serikat yang jadi penengah rundingan itu memuji Roem dan delegasi Indonesia. “Saya sudah kesal karena Belanda begitu legalistik, tapi kalian bisa melawannya dengan legalistik juga. You are wonderful,” katanya, seperti ditulis Roem dalam Jimat Diplomat. Roem, lulusan Rechts School (Sekolah Hukum) di Jakarta, hanya mesem sambil meraba jimat itu di saku celananya.
Tapi cerita paling absurd yang pernah didengar anak bungsunya, Mohamad Teguh Sudirman adalah kisah seorang santri dari Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Kepadanya, santri itu menceritakan kisah gurunya yang ikut bergerilya bersama Soedirman. Dalam sebuah pertempuran sengit, menurut santri itu, Soedirman menjatuhkan pesawat Belanda dengan meniupkan bubuk merica. Teguh berkomentar, “Gila, ini tak masuk nalar.”

Rabu, 22 April 2015

Biografi Ridwan Kamil: Dari Penjual Es Sampai ‘Presiden’

Bang Emil
Sosok walikota satu ini sangat terkenal di kalangan masyarakat Bandung sebagai pemimpin yang membawa perubahan bagi kota Bandung. Ridwan Kamil Lahir di Bandung pada tanggal 4 Oktober 1971, Emil nama sapaan akrabnya, ia merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Emil atau Ridwan Kamil sebenarnya menyukai berimajinasi sejak masa kecil. Ia suka membaca komik dan melihat foto dari berbagai kota di luar negeri. Sejak kecil ridwan Kamil memiliki semangat kewirausahaan. Ia bersekolah di SDN Banjarsari III Bandung tahun 197 hingga 1984, Ketika sekolah dasar ia telah menjual es mambo buatannya sendiri. Selama bersekolah, ridwan Kamil dikenal sebagai sosok yang aktif dan cerdas. Selain aktif di OSIS, Paskibra dan klub sepak bola, Emil selalu masuk dalam rangking lima besar di kelasnya.
Setelah tamat sekolah dasar ia kemudian melanjutkan pendidikannya di SMP Negeri 2 Bandung kemudian di SMA Negeri 3 Bandung pada tahun 1987 hingg 1990. Setelah tamat SMA, ia kemudian melanjutkan pendidikannya di Institut Teknologi Bandung dengan mengambil jurusan Teknik Arsitektur dari tahun 1990 hingga 1995. Ridwan kamil juga aktif dalam kelompok-kelompok mahasiswa dan unit kegiatan seni. Semangat kewirausahaannya di kampus lagi, untuk mencari dana tambahan untuk kuliah, ia membuat ilustrasi cat air atau maket untuk dosen.
Lulus dari ITB, ia memilih untuk bekerja di Amerika Serikat. Tapi hanya bertahan empat bulan bekerja ia berhenti karena dampak krisis moneter Indonesia yang membuat klien tidak membayar pekerjaannya. Ia tidak langsung pulang ke Indonesia, dia bertahan di Amerika sebelum akhirnya mendapat Beasiswa di University of California, Berkeley. Selagi mengambil S2 di Univesitas tersebut Ridwan Kamil bekerja paruh waktu di Departemen Perancanaan Kota Berkeley. Untuk bertahan hidup di Amerika, ia makan sekali sehari dengan menu murah seharga 99 sen. Perjuangan Ridwan Kamil untuk bertahan hidup di Amerika terus diuji ketika istrinya, Atalia Praratya akan melahirkan anak pertama mereka. Ayah yang kini memiliki dua orang anak ini tidak memiliki uang untuk biaya persalinan istrinya, sehingga akhirnya dia harus mengaku miskin pada pemerintah kota setempat untuk mendapatkan Pengobatan gratis. Akhirnya, ia menemani istrinya melahirkan di sebuah rumah sakit khusus untuk orang miskin, tepatnya di bangsal rumah sakit. Baginya pengalaman jatuh-bangun hidupnya membentuk nilai-nilai tersendiri akan kerasnya perjuangan hidup.
Pada tahun 2002 Ridwan Kamil pulang ke tanah kelahirannya Indonesia dan dua tahun kemudian mendirikan Urbane, firma yang bergerak dalam bidang jasa konsultan perencanaan, arsitektur dan desain. Kini Ridwan Kamil aktif menjabat sebagai Prinsipal PT. Urbane Indonesia, Dosen Jurusan Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung, serta Senior Urban Design Consultant SOM, EDAW (Hong Kong & San Francisco), dan SAA (Singapura).
Urbane merupakan firma yang dibangun oleh Ridwan Kamil pada tahun 2004 bersama teman-temannya seperti Achmad D. Tardiyana, Reza Nurtjahja dan Irvan W. Darwis. Reputasi Internasional sudah mereka bangun dengan mengerjakan projek-projek di luar Indonesia seperti Syria Al-Noor Ecopolis di negara Syria dan Suzhou Financial District di China. Tim Urbane sendiri terdiri dari para profesional muda yang kreatif dan berpikir idealis untuk mencari dan menciptakan solusi mengenai masalah desain lingkungan dan perkotaan. Urbane juga memiliki projek berbasis komunitas dalam Urbane Projek Komunitas dimana visi dan misinya adalah membantu orang-orang dalam sebuah komunitas perkotaan untuk memberikan donasi dan keahlian-keahlian dalam meningkatkan daerah sekitarnya.
Ridwan kamil menjabat sebagai walikota di dampingi oleh oded muhamamad danial. Pasangan ini memenangkan perolehan suara dengan presentase 45, 24 persen pada pemilu 2013 lalu. Sosok inspiratif dan muda seperti ridwan kamil memang patut untuk di teladani. Di usianya yang masih terbilang muda dia telah menjabat menjadi walikota bandung. Aksinya sebagai walikota terbilang unik dan sering mencuri perhatian media. Misalnya ketika ia ia ber-nazar mencukur habis rambutnya jika Persib menang, denda 5 juta bagi pelaku buang sampah sembarangan, bahkan sampai dikabarkan melarang mobil pribadi dari Jakarta memasuki Bandung ketika akhir pekan.
Terakhir, ada kisah menarik terkait popularitasnya sebagai walikota muda: Kang Emil dianggap presiden oleh turis. Fotonya yang menemani Presiden Jokowi melihat-lihat Museum Konferensi Asia Afrika (16 April 2015) Bandung tersebar luas di media sosial.
390541_620
Dalam foto itu, tampak Ridwan Kamil yang berkopiah hitam dan berkacamata. Sementara Jokowi tampil dengan pakaian khasnya, kemeja tangan panjang berwarna putih. Jokowi tidak berkopiah, begitu juga Menteri Sekretaris Negara Pratikno dan Kepala Staf Kantor Presiden Luhut Panjaitan.
Beberapa postingan di Facebook menampilkan komentar yang disebut-sebut berasal dari turis asal Jerman. Sang wisatawan itu katanya menyaksikan kunjungan Jokowi dan berkomentar: “Your president is very handsome, cool and looks clever, wearing black tradition hat (kopeah) and eye glases … he look young … how old is he?”
Seorang perempuan warga Bandung mem-posting di wall Facebook Ridwan Kamil. Menurutnya, Pak Wali Kota mengetahui bagaimana caranya berbusana yang menonjolkan kultur Indonesia. “Sedang seorang Bapak Presiden plontos, toss, tosss.. engga ada bedanya dengan yang lain, jadi disini yang menonjol justru Kang Emil/Bapak Ridwan Kamil yang seorang Wali kota,” katanya.
Isu ini bersama berbagai komentar netizen jadi treding topic saat itu.
Itulah, Bang Emil. Sepertinya cukup pantas juga dijadikan capres berikutnya...

Raja Tanpa Mahkota: HOS Tjokroaminoto

HOS Tjokroaminoto
Sang raja tanpa mahkota begitulah kaum Kompeni Belanda menyebutnya, lihai cerdas, dan bersemangat. Di takuti dan juga disegani lawan – lawan politiknya. Perjuangnya dalam membela hak kaum pribumi saat itu benar – benar menempatkan dirinya menjadi seoarang tokoh yang benar-benar dihormati pada saat itu. Dialah H.O.S Tjokroaminoto lahir di desa Bakur, Madiun Jawa Timur 16 Agustus 1882. Ia anak kedua dari dua belas bersaudara putra dari Raden Mas Tjokro Amiseno, seorang Wedana Kleco dan cucu R.M Adipati Tjokronegoro bupati Ponorogo. Terlahir dari keluarga bangsawan tak membuatnya bersikap angkuh, justru karena itulah ia akhirnya menjadi sebuah motor penggerak kemerdekaan bagi Indonesia disaat semua manusia tertidur dalam belaian kompeni Belanda.
Pada awalnya, ia juga mengikuti jejak kepriyayian ayahnya, sebagai pejabat pangreh praja. Ia masuk pangreh praja pada tahun 1900 setelah menamatkan studi di OSVIA, Magelang. Pada tahun 1907, ia keluar dari kedudukannya sebagai pangreh pradja di kesatuan pegawai administratif bumiputera di Ngawi, karena ia muak dengan praktek sembah-jongkok yang dianggapnya sangat berbau feodal. Antara tahun 1907 – 1910 bekerja pada Firma Coy & CO di Surabaya, disamping meneruskan pada Burgelijek Avondschool bagian mesin. Bekerja sebagai masinis pembantu, kemudian ditempatkan di bagian kimia pada pabrik gula di kota tersebut ( 1911 – 1912 ).
Bersama istrinya, Suharsikin ia mendirikan rumah kost di rumahnya di Surabaya, yang nantinya melalui rumah inilah Cokro menyalurkan ilmunya dalam agama, politik dan berorasi yang akhirnya menjadi cikal bakal pembentukan tokoh – tokoh penting di Indonesia. R. A. Suharsikin adalah cermin wanita yang selalu memberikan bantuan moril, selalu menjadi kebiasaannya, jika suaminya bepergian untuk kepentingan perjuangannya, istri yang sederhana dan prihatin ini mengiringi suaminya dengan sholat tahajud, dengan puasa, dan do’a.
Dengan lahirnya Sarekat Islam pada tahun 1912, mulailah Cokroaminoto membuat cariere. Ketika ia sedang berada di Solo ia didatangi oleh delegasi Sarekat Islam Solo untuk bergabung pada organisasi ini dan Tjokroaminoto menyatakan kesiapannya untuk bergabung, Tjokroaminoto dikenal sebagai orang yang berkarakter radikal yang selalu menentang kebiasaan-kebiasaan yang memalukan bagi rakyat banyak. Pada saat itu Tjokroaminoto telah dikenal sebagai seorang yang sederajat dengan pihak manapun juga, apakah ia seorang belanda ataupun dengan seorang pejabat pemerintah. dan Tjokroaminoto berkeinginan sekali untuk melihat sikap ini juga dimiliki oleh kawan sebangsanya terutama di dalam berhubungan dengan orang-orang asing. Banyak dari sekian banyak orang menyebut dia sebagai seorang Gatotkoco Sarekat Islam. Rencananya Serikat Dagang Islam H Samanhudi, didirikan pada tahun 1905 yang berorientasi sosial ekonomi, setelah dilebur menjadi S.I diperluas dengan politik, ekonomi, Sosila dan Agama. Tjokro Muda tokoh politik yang berhasil menggabungkan retorika politik melawan penjajah Belanda dengan ideology Islam, sehingga mengenyahkan penjajah dari bumi Nusantara.
Para pendiri Sarekat Islam mendirikan organisasinya tidak semata-mata untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang cina, melainkan membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumiputra, dan merupakan reaksi terhadap rencanaKrestenings-Politiek (Politik Peng-Kristenan) dari kaum zending, perlawanan terhadap kecurangan-kecurangan dan penindasan-penindasan dari pihak ambtener-ambtener bumi putra dan eropa. Pendeknya perlawanan Sarekat Islam ditujukan terhadap setiap bentuk penindasan dan kesombongan rasial. Maka Sarekat Islam berhasil sampai pada lapisan bawah masyarakat, yaitu lapisan yang sejak berabad-abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita.
Prestasi perdana Tjokroaminoto adalah ketika ia sukses menyelenggarakan vergadering SI pertama pada 13 Januari 1913 di Surabaya. Rapat besar itu dihadiri 15 cabang SI, tiga belas di antaranya mewakili 80.000 orang anggota. Kongres resmi perdana SI sendiri baru terlaksana pada 25 Maret 1913 di Surakarta di mana Tjokroaminoto terpilih menjadi wakil ketua CSI mendampingi Hadji Samanhoedi. Dalam posisi wakil ketua inilah Tjokro mulai menanamkan pengaruhnya.
Kongres SI ke-II di Yogyakarta pada 19-20 April 1914 melejitkan nama Tjokroaminoto sebagai Ketua CSI menggantikan Samanhoedi dalam usia yang masih muda 31 tahun. Di tangan Tjokro, SI mewujud menjadi organisasi politik pertama terbesar di Nusantara. Pada 1914, anggota resminya mencapai 400.000 orang, sedangkan tahun 1916 terhitung 860.000 orang. Tahun 1917 sempat menurun menjadi 825.000, pada 1918 bahkan merosot lebih drastis lagi hingga pada kisaran 450.000, namun setahun berikutnya, tahun 1919, keanggotaan SI melesat sampai 2.500.000 orang.
Tjokroaminoto adalah seoarang orator ulung dalam vargadering-vargadering SI yang sanggup mengalahkan “suara baritonnya yang berat dan dapat didengar ribuan orang tanpa mikrofon”. Dibawah kepemimpinannya, Sarekat Islam menjadi organisasi yang besar dan bahkan mendapat pengakuan dari pemerintahan kolonial.
Konon anggotanya harus mengangkat sumpah rahasia dan memiliki kartu anggota yang sering kali dianggap sebagai jimat oleh orang-orang desa. Tjokroaminoto kadang-kadang dianggap sebagai ratu adil, ’raja yang adil’ yang diramalkan tradisi-tradisi mesianik jawa, yang disebut erucakra (yaitu, nama yang sama dengan Cakra-aminata, Tjokroaminoto) bahkan beberapa elite kerajaan jawa, yang tak suka dengan campur tangan belanda dalam urusan mereka, tetapi mendukung Sarekat Islam.
Pada kongres nasional pertama di Bandung pada tahun 1916 ia berkata:
”Tidaklah wajar untuk melihat Indonesia sebagai sapi perahan yang disebabkan hanya karena susu. Tidaklah pada tempatnya untuk menganggap negeri ini sebagai suatu tempat di mana orang-orang datang dengan maksud mengambil hasilnya, dan pada saat ini tidaklah lagi dapat dipertanggungjawabkan bahwa penduduknya adalah penduduk pribumi, tidak mempunyai hak untuk berpartisipasi di dalam masalah-masalah politik, yang menyangkut nasibnya sendiri… tidak bisa lagi terjadi bahwa seseorang mengeluarkan undang-undang dan peraturan untuk kita, mengatur hidup kita tanpa partisipasi kita.”

HOS pada kongres CSI tahun 1917 HOS mengutarakan persaudaraan umat tidak terbatas letak geografis ras suku dan kedudukan, semua berlandaskan persaudaraan Islam. HOS tidak menyebutkan kata Ukhuwah. Tapi gagasan yang HOS gunakan menempatkan Islam sebagai pemersatu seluruh umat.
Sifat politik dari organisasi ini dirumuskan dalam “keterangan pokok” (asas) dan program kerja yang disetujui oleh kongres nasional yang kedua dalam tahun 1917. keterangan pokok ini mengemukakan kepercayaan central Sarekat Islam bahwa “agama Islam itu membuka rasa pikiran perihal persamaan derajat manusia sambil menjunjung tinggi kepada kuasa negeri” dan “bahwasanya itulah {Islam} sebaik-baiknya agama buat mendidik budi pekertinya rakyat”. Partai juga memandang“agama … sebagai sebaik-baiknya daya upaya yang boleh dipergunakan agar jalannya budi akal masing-masing orang itu ada bersama-sama pada budi pekerti… ”. sedangkan negeri atau pemerintah “hendaklah tiada terkena pengaruhnya percampuran barang suatu agama, melainkan hendaklah melakukan satu rupa pemandangan di atas semua agama itu.” Central Sarekat Islam pun “tidak mengharapkan sesuatu golongan rakyat berkuasa di atas golongan rakyat yang lain. Ia lebih mengharapkan hancurnya kuasanya satu kapitalisme yang jahat (zondig kapitalism), dan memperjuangkan agar tambah pengaruhnya segala rakyat dan golongan rakyat … di atas jalannya pemerintahan dan kuasanya pemerintah yang perlu akhirnya mendapat kuasa pemerintah sendiri (zelf bestuur).” Dalam mencapai maksud dan tujuan ini Central Sarekat Islam mencari kerjasama dan saling membantu dengan pihak-pihak yang menyetujuinya.
Perkembangan pesat SI lebih disebabkan citra Islam, yang menjadi magnet utama menarik massa. Apalagi SI adalah tempat berkumpulnya para tokoh Islam terkemuka, sebut saja KH Ahmad Dahlan, Agus Salim, AM Sangadji, Mohammad Roem, Fachrudin, Abdoel Moeis, Ahmad Sjadzili, Djojosoediro, Hisamzainie, dan lain-lainnya. Orang-orang besar inilah yang sangat dikagumi dan menjadi panutan bagi sekalian rakyat.
Tjokroaminoto pun sempat menghasilkan buku-buku Islam, juga menulis banyak artikel tentang materi keislaman. Meski Tjokro bukan seorang ahli agama yang benar-benar murni berkonsentrasi pada pemahaman ajaran Islam, tetapi Tjokroaminotolah yang menjadi Bapak Politik Umat Islam Indonesia. Ia adalah begawan muslim yang mengajarkan pendidikan politik kepada seluruh rakyat Indonesia.
Dalam memimpin, Tjokroaminoto banyak melakukan tindakan-tindakan yang seringkali membikin pemerintah Hindia Belanda berang. Antusiasme rakyat terhadap SI membuat kaum kolonialis khawatir akan timbulnya perlawanan massal di kelak kemudian hari. Di setiap kegiatan SI, massa yang datang pasti bejubel. Tjokro pernah pula memimpin aksi buruh, membuka ruang pengaduan untuk rakyat di rumah dan di kantornya, membela kepentingan kaum kromo lewat pidato dan tulisannya di media pergerakan, mengetuai dibentuknya komite Tentara Kandjeng Nabi Mohammad (TKNM) untuk memertahankan kehormatan Islam, serta memantik rasa kebangsaan Indonesia dengan menggencarkan gagasan soal pemerintahan sendiri untuk orang Indonesia atauzelfbestuur.
Ketakutan pemerintah kolonial terhadap sepak terjang Tjokroaminoto dan SI membuat mereka terpaksa merangkulnya untuk duduk sebagai anggota Volksraad atau Dewan Rakyat. Penunjukan Tjokro ini membuat beberapa golongan di internal SI, terutama dari SI Semarang yang dimotori Semaoen dan Darsono, menentang kebijakan ini. Mereka juga tidak sepakat dengan dukungan Tjokroaminoto terhadap rencana pembentukan milisi bumiputera.
Karena aktifitas politiknya Belanda akhirnya menangkap Tjokro pada tahun 1921 karena dikhawatirkan akan membangkitkan semangat perjuangan rakyat pribumi walaupun akhirnya dibebaskan pada tahun 1922, sebuah cobaan yang lazim diterima para penegak syariat islam di seluruh dunia.
Sebagai seorang pemimpin, wajar jika Tjokroaminoto punya banyak murid, di antaranya adalah Soekarno, Muso, Alimin, Kartosoewirjo, Buya Hamka, Abikoesno, dan banyak lagi. Para anak didik Pak Tjokro ini kelak akan menjelma sebagai pemimpin-pemimpin baru bangsa Indonesia. Seperti Soekarno yang Nasionalis, SM kartosuwirjo yang Islamis Dan Muso-Alimin yang Komunis. Perbedaan idiologi dari murid – muridnya tersebut secara tidak langsung memberikan warna sendiri bagaimana secara aktif ide-ide, ilmu dan gagasan Cokro menghujam kedada mereka. Walaupun dengan pemahaman yang beraneka ragam sesuai dengan latar belakang, pendidikan dan pekerjaanya masing masing. Jadi, pertarungan Soekarno, Kartosuwirjo dan Muso-alimin sejatinya adalah pertarungan tiga murid dari seorang guru Tjokroaminoto. Hal ini mengisaratkan bahwa adanya perbedaan tafsir para murid terhadap guru dan kemudian mendorong kecenderungan yang berbeda pula.
Dalam beberapa hal, ide Islam Tjokro lebih dipahami oleh Kartosuwirjo dengan Darul Islamnya, ia melanjutkan perjuangan yang telah dirintis oleh Tjokro yakni menuntut Indonesia dalam wujud Ad-daulatul Islamiyah. Dengan dasar itu ia akhirnya memproklamirkan Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949 di Jawa Barat.
Pak Tjokro juga seorang jurnalis. Ia pernah memimpin suratkabar Otoesan Hindia yang merupakan organ internal SI sekaligus sebagai pemilik usaha percetakan Setia Oesaha di Surabaya. Juga pernah terlibat dalam Bendera Islam bersama Agus Salim, Soekarno, Mr Sartono, Sjahbudin Latief, Mohammad Roem, AM Sangadji, serta aktivis Islam dan Nasionalis lainnya. Fadjar Asia pun terbit sebagai suratkabar pembela rakyat berkat kerja kerasnya bersama Agus Salim dan Kartosoewirjo. Tjokroaminoto pun piawai menulis buku, di antaranya adalah dua buku yang diberi judul Tarich Agama Islam serta Islam dan Sosialisme.
Tjokroaminoto menguasai bahasa Jawa, Belanda, Melayu, dan bahasa Inggris. Bahasa Jawa mengandung kelembutan dalam bentuk dan wujudnya, juga dalam pengucapannya. Namun, dalam kata-kata lembut itu termuat maksud dan isi yang tajam, serta seringkali berupa kiasan atau sindirian yang tak kalah menohok, dan itulah yang sering dilakukan Tjokro untuk “menghabisi” lawan bicaranya. Tjokro juga mulai belajar bahasa Inggris, meski hanya sendiri tanpa guru yang mengajari. Tjokroaminoto sempat menghasilkan pidato dan beberapa tulisan tangkas berbahasa Inggris. Ilmu bahasa universal itu sempat ia terapkan untuk menerjemahkan tafsir Al-Qur’an dalam bahasa Inggris ke dalam bahasa Indonesia.
Tjokroaminoto mempunyai keyakinan yang teguh, bahwa Negara dan bangsa kita tak akan mentjapai kehidupan jang adil dan makmur, pergaulan hidup jang aman dan tenteram, selama keadilan sosial sepandjang adjaran-adjaran Islam belum dapat berlaku atau dilakukan mendjadi hukum dalam Negara kita, sekalipun sudah merdeka.
Terbukti sekarang, sekalipun Negara dan bangsa kita sudah merdeka dan berdaulat bernaung dibawah pandji-pandji sang merah putih, namun rakjat jelata jang berpuluh-puluh jumlahnja belum merasakan kenikmatan dan kelezatan hidup dan kehidupan sehari-harinja. Rakyat masih tetap menderita matjam – matjam kesukaran dan kemelaratan. Kekatjauan timbul dimana-mana. Perampokan penggedoran. Pentjulikan dan pembunuhan seolah-ilah tak dapat diatasi oleh pihak (alat) pemerintahan.

Dikota-kota besar nampak pula kerusakan moral (budi pekerti) bangsa kita. Bukan sadja pelajturan jang meradjalela dari kota-kota sampai desa-desa, tetapi pihak jang dikatakan kaum terpeladjar, pemuda dan pemudi tak ada batas lagi pergaulan hidupnja, pergaulan jang merdeka. Pergaulan jang mempengaruhi alam pikiran pada kesesatan. Sumber-sumber pelatjuran telah menjadi pergaulan hidup yang modern. Kemadjuan jang mentjontoh dunia barat jang memang sudah rusak. Rusak budi-pekertinja dan rochaninja. Tak ada kendali didalam djiwa jang dapat menahan hawa nafsunja. Inilah semuanja yang oleh ketua Tjokroaminoto dikatakan Djahiliah modern.
Kalau alat-alat pemerintah RI jang memegang tampuk kekuasaan pemerintahan, baik pihak atasan maupun sampai bawahan sudah tidak takut lagi kepada hukuman Allah, jakinlah Negara akan rusak dan hantjur dengan sendirinja, sebab segala perbuatan djahat, korupsi, penipuan, suapan dan sebagainja jang terang terang merugikan Negara, dikerjakan dengan aman oleh mereka itu sendiri, rakjat mengerti sebab rakjat jang menjadi korban”.
Di tengah pemerintah kolonial yang masih kuat apalagi saat itu Belanda masih menerapkan peraturan Reegerings Reglement (RR) sebuah peraturan yang berisi larangan berpolitik, berkumpul untuk membahas perjuangan kemerdekaan. Yang otomatis Cokro saat itu harus berhadapan dengan dua lawan yaitu Belanda dan Pangreh Praja yang menjadi kaki tangan Belanda. Pada tahun 1924, Cokro mulai aktif dalam komite –komite pembahasan kekhilafahan yang dicetuskan pemimpin politik Wahabiah Arab, Ibnu Saud. Sebuah langkah untuk memperkuat barisan menuju kemerdekaan dan kekhalifahan dunia.
Satu hal yang penting bagi Tjokro, ia berfikir reflektif sebagai respons atas pertautan zamannya. Islam ditemukannya sebagai suatu ideologi. Setelah menemukan Islam sebagai Ideologi, maka Tjokro memberi geist baru bagi Islam yaitu dengan sosialisme, yang coba digali dari dalam Al-Qur’an. Tampaknya, Tjokro sadar akan bahaya sosialisme yang dengan “keseksiannya” banyak menarik pengikut dari aktivis pergerakan. Jika Islam dimaknai secara pasif, bukan suatu unsur yang “seksi”, menarik dan berjuang bagi perubahan, maka langkah Islam tidak akan beranjak dari fungsi praktik ritual belaka.
Sosialisme Islam Tjokroaminoto
Sosialisme Islam menurut Tjokro adalah sosialisme yang wajib dituntut dan dilakukan oleh umat Islam, dan bukan sosialisme yang lain, melainkan sosialime yang berdasar kepada azaz-azaz Islam belaka. Baginya, cita-cita sosialisme dalam Islam tidak kurang dari 13 abad umurnya dan tidak ada hubungannya dengan pengaruh bangsa eropa. Azaz-azaz sosialisme Islam telah dikenal dalam pergaulan hidup Islam pada zaman nabi Muhammad SAW.
Islam secara tegas mengharamkan riba (woeker) dan itu artinya Islam menentang keras terhadap kapitalisme. Sebagaimana ditulis Tjokroaminoto dalam bukunya Islam dan Sosialisme, “Menghisap keringatnya orang-orang yang bekerja, memakan pekerjaan lain orang, tidak memberikan bahagian keuntungan yang semestinya (dengan seharusnya) kebahagiannya lain orang yang turut bekerja mengeluarkan keuntungan itu,- semua perbuatan yang serupa ini (oleh Karl Marx disebut memakan keuntungan “meerwaarde” (nilai lebih) adalah dilarang dengan sekeras-kerasnya oleh agama Islam”.
Islam menentang kapitalisme juga terlihat bagaimana konsep muamalah Islam diberlakukan. Ajaran Islam mengajarkan bahwa akan celaka orang yang mengumpulkan harta untuk kesia-siaan. Dalam muamalah Islam kata Tjokro, praktek yang mengarah pada penimbunan dan penumpukan modal dan barang adalah dilarang. Termasuk Islam melarang keras praktek riba karena dianggap benih kapitalisme yang menurut pendapat Karl Marx disebut sebagai meerwarde.
Azaz penting menurut Tjokro mengapa Nabi Muhammad gigih memperjuangkan Sosialisme Islam karena Islam mengajarkan sebesar-besarnya keselamatan hendaknya menjadi bahagiannya sebanyak-banyaknya manusia, dan keperluannya seseorang hendaknya bertakluk kepada keperluannya orang banyak. Termasuk pencapaian rahmatan lil alamien yang menjadi misi kerosulan Nabi Muhammad adalah ingin meletakkan semangat keadilan dan kemanusiaan yang meniscayakan hadirnya sistem yang mensejahterakan.
Maka kalau ditelaah lebih jauh pemikiran diatas bahwa sebenarnya semangat perjuangan Tjokroaminoto adalah ingin meletakkan Islam sebagai unsur fundamental untuk membebaskan rakyat dari kesewenang-wenangan rezim Kolonial Belanda. Sosialisme Islam baginya adalah ruh pembebasan manusia dari pemiskinan yang digerakkan oleh sistem. Perlawanan terhadap sistem yang tidak berkeadilan beliau letakkan sebagai misi kenabian sebagaimana ajaran Nabi Muhammad.
Bagi Tjokroaminoto, dasar sosialisme Islam adalah ajaran Nabi Muhammad tentang kemajuan budi pekerti rakyat. Sehingga Tjokro membagi anasir sosialisme Islam pada tiga anasir, pertama, kemerdekaan (vrijheid-liberty). Kedua, persamaan (gelijk-heid-eguality), dan ketiga, persaudaraan (broederschap-fraternity).
Bagi Cokro, Islam adalah sesuatu yang harus di perjuangkan dan di persatukan, sebagai dasar kebangsaan yang hendak di proses menuju Indonesia. Tipikal Cokro, identik dengan AI-Afghani yang juga merupakan tokoh politik Pan-Islamisme (kebangkitan Islam). Cokro dan Afghani juga sama-sama mengalami kegagalan dalam perjuangan Pan-Islamismenya. Namun, arti penting keduanya bukan pada kemenangan atau kekalahan. Keduanya menjadi penting karena menggulirkan momentum perubahan pemikiran dalam Islam. Keduanya juga menjadi ruh perjuangan bagi kepentingan politik Islam.
Ruh Cokro akan masih terus bergerak menjadi spirit perjuangan ketika islam di artikulasikan sebagai penggerak yang aktif, tidak statis. Yang mengatakan ,” Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid , sepintar-pintar siasat”. Beliau wafat pada tanggal 17 Desember 1934 di Yogyakarta, dan dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta.
(sumber: serbasejarah.wordpress.com)

Kata-kata Inspiratif R.A Kartini

“Banyak hal yang bisa menjatuhkanmu. Tapi satu – satunya hal yang benar – benar dapat menjatuhkanmu adalah sikapmu sendiri.”
“Saat membicarakan org lain Anda boleh saja menambahkan bumbu, tapi pastikan bumbu yg baik.”
“Tidak ada sesuatu yang lebih menyenangkan, selain menimbulkan senyum di wajah orang lain, terutama wajah yang kita cintai.”
“Jangan mengeluhkan hal – hal buruk yang datang dalam hidupmu. Tuhan tak pernah memberikannya, kamulah yang membiarkannya datang.”
“Teruslah bermimpi, teruslah bermimpi, bermimpilah selama engkau dapat bermimpi! Bila tiada bermimpi, apakah jadinya hidup! Kehidupan yang sebenarnya kejam.”
“Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! 2 patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata “Aku tiada dapat!” melenyapkan rasa berani. Kalimat “Aku mau!” membuat kita mudah mendaki puncak gunung.”
“Gadis yang pikirannya sudah dicerdaskan, pemandangannya sudah diperluas, tidak akan sanggup lagi hidup di dalam dunia nenek moyangnya.”
“Lebih banyak kita maklum, lebih kurang rasa dendam dalam hati kita. Semakin adil pertimbangan kita dan semakin kokoh dasar rasa kasih sayang. Tiada mendendam, itulah bahagia.”
“Ikhtiar! Berjuanglah membebaskan diri. Jika engkau sudah bebas karena ikhtiarmu itu, barulah dapat engkau tolong orang lain.”
“Terkadang, kesulitan harus kamu rasakan terlebih dulu sebelum kebahagiaan yang sempurna datang kepadamu.”
“Jangan pernah menyerah jika kamu masih ingin mencoba. Jangan biarkan penyesalan datang karena kamu selangkah lagi untuk menang.”
“Dan biarpun saya tiada beruntung sampai ke ujung jalan itu, meskipun patah di tengah jalan, saya akan mati dengan rasa berbahagia, karena jalannya sudah terbuka dan saya ada turut membantu mengadakan jalan yang menuju ke tempat perempuan Bumiputra merdeka dan berdiri sendiri.”
“Tak peduli seberapa keras kamu mencoba, kamu tak akan pernah bisa menyangkal apa yang kamu rasa. Jika kamu memang berharga di mata seseorang, tak ada alasan baginya untuk mencari seorang yang lebih baik darimu.”
“Saat suatu hubungan berakhir, bukan berarti 2 orang berhenti saling mencintai. Mereka hanya berhenti saling menyakiti.”
“Tetapi sekarang ini, kami tiada mencari penglipur hati pada manusia. Kami berpegangan teguh-teguh pada tangan-Nya. Maka hari gelap gulita pun menjadi terang, dan angin ribut pun menjadi sepoi-sepoi.”
“Adakah yang lebih hina, daripada bergantung kepada orang lain?”
“Salah satu daripada cita – cita yang hendak kusebarkan ialah: Hormatilah segala yang hidup, hak-haknya, perasaannya, baik tidak terpaksa baik pun karena terpaksa. Haruslah juga segan menyakiti mahkluk lain, sedikitpun jangan sampai menyakitinya. Segenap cita – citanya kita hendaklah menjaga sedapat – dapat yang kita usahakan.  Supaya semasa mahkluk itu terhindar dari penderitaan, dan dengan jalan demikian menolong memperbagus hidupnya: Dan lagi ada pula suatu kewajiban yang tinggi murni, yaitu “terima kasih” namanya.”
“Karena ada bunga mati, maka banyaklah buah yang tumbuh. Demikianlah pula dalam hidup manusia. Karena ada angan – angan muda mati, kadang – kadang timbullah angan – angan lain, yang lebih sempurna, yang boleh menjadikannya buah.”
“Sepanjang hemat kami, agama yang paling indah dan paling suci ialah Kasih Sayang. Dan untuk dapat hidup menurut perintah luhur ini, haruskah seorang mutlak menjadi Kristen? Orang Buddha, Brahma, Yahudi, Islam, bahkan orang kafir pun dapat hidup dengan kasih sayang yang murni.” (dalam salah satu kalimat isi suratnya kepada sahabatnya Ny. Abendanon di Belanda, tahun 1902)
“Habis gelap terbitlah terang”

Kenyataan di Balik Hari Kartini

Selamat Hari Kartini
Setiap pagi hari tanggal 21 April, kesibukkan orang tua bertambah, ada yang menemani anaknya pergi ke salon, bahkan mendandaninya sendiri. Sewa baju atau bahkan menjahit pakaian adalah rutinitas yang biasanya dilakukan para orangtua di awal bulan April. Mereka berlomba-lomba untuk membuat anaknya tampil cantik dan menawan layaknya sosok Kartini yang anggun.
Beragam perlombaan banyak diselenggarakan oleh sekolah,mal, perusahaan dan lain-lain untuk menyambut Hari Kartini, Sang Pendekar Emansipasi Wanita. Namun apabila kita bercermin apakah kita mengetahui siapa sosok Kartini sesungguhnya? Apa peran beliau? Mengapa ia ditetapkan sebagai pahlawan? Mengapa sosoknya mendunia?
Rasanya pertanyaan tersebut jarang kita lontarkan, adapun ketika ditanyakan jawabannya belum tentu memuaskan rasa dahaga Anda yang haus akan ilmu pengetahuan dan sejarah. Maka melalui tulisan ini izinkanlah saya untuk bercerita mengenai sosok Kartini melalui kacamata saya sebagai seorang guru sejarah keliling. Anda boleh tidak setuju dengan saya karena kemerdekaan yang sejati adalah kemerdekaan dalam pikiran Anda masing-masing dan tentunya setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapatnya selama itu berdasar. Karena dalam sejarah tidak ada kebenaran yang sejati karena kita tidak hidup dan tidak mengalami hal tersebut secara langsung.
Hari yang sakral bagi perempuan itulah fenomena yang terjadi di masyarakat ketika hari Kartini tiba. Mengapa tanggal 21 April dianggap hari yang istimewa? Hal ini tidak lain dan tidak bukan dalam rangka memperingati hari lahir R.A. Kartini. Seorang wanita pertama yang mendapatkan gelar pahlawan.
Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada tahun 1964 melalui Kepres No.108/1964 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Kartini atau yang lahir dengan nama Raden Adjeng Kartini merupakan anak dari Bupati Jepara, lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879.
Semasa kecil Kartini hidup berkecukupan, sebagai anak seorang Bupati tentunya Kartini memiliki kesempatan yang lebih dalam mengakses pendidikan dibandingkan dengan teman-teman sebayanya. Sebagai anak pejabat di masa itu tentunya dapat dikatakan bahwa keluarga Kartini pro Belanda karena pada saat itu tidak mungkin seseorang ditunjuk sebagai pejabat apabila ia tidak loyal dengan pemerintahan Belanda. Kartini sosok yang penurut ia tidak pernah menentang orang tua apapun kehendak orang tua ia turuti bahkan ketika dipaksa orang tuanya menikah dengan Bupati Rembang sebagai istri ke-4, Kartini pun manut.
Kartini yang tidak berdaya hanya dapat menuliskan keinginanya untuk bersekolah melalui surat-surat yang ia kirimkan kepada sahabatnya di Belanda. Kumpulan pemikiran (curhatan, red.) beliau melalui surat itulah yang pada akhirnya dikenal sebagai “Habis Gelap Terbitlah Terang”.
Sosok Kartini besar melalui tulisan dan pemikiran yang belum terealisasikan. Jika kita lihat sebenarnya masih banyak pahlawan wanita lain yang nyata-nyatanya berjuang hingga titik darah terakhir sebut saja Panglima Malahayati (panglima angkatan laut wanita pertama dari Aceh), Cut Nyak Dien (Pahlawan dari Aceh yang berani menghunuskan rencongnya kepada Belanda), Dewi Sartika (mendirikan sekolah wanita pertama yaitu Kautamaan Istri) dan lain sebagainya. Akan tetapi mengapa Kartini diistimewakan hingga dijadikan perayaan nasional?
Sosok Kartini sebenarnya diangkat oleh Pemerintahan Hindia Belanda melalui Departemen Pendidikan, Seni dan Kerajinan. Adalah Tuan Abendanon lah yang ketika itu menjadi kepalanya. Istri Abendanon, merupakan sahabat Kartini yang sering dikiriminya surat di Belanda. Penetapan Kartini sebagai sosok perempuan pribumi yang pro Belanda sebagai “pejuang” versi Belanda, sangat erat kaitannya dengan Politik Etis.
Kartini yang tidak pernah menentang Belanda dianggap sebagai sosok yang aman untuk dimunculkan kepermukaan dunia. Kartini tidak pernah mengajarkan kepada muridnya, di sekolah yang ia dirikan di area komplek Kabupaten Rembang, ajakan untuk menentang Belanda. Ia hanya mengajarkan bagaimana menjadi anak yang pintar dan baik. Tidak ada perlawanan yang secara frontal menentang pemerintahan Belanda dalam surat yang ditulis oleh Kartini. Meski masih diliputi misteri tentang kebenaran surat-surat Kartini, karena masih banyak surat-surat lain yang berserakan. Kartini secara umum banyak bercerita tentang keluh kesah dirinya menjadi anak perempuan Jawa yang dipingit, serta bagaimana kedudukan perempuan di Jawa, Hindia Belanda dan keinginanya agar perempuan memiliki kesempatan yang sama di bidang pendidikan.
Sosok Kartini tidak menciptakan perempuan yang harus sejajar dengan laki-laki atau dapat diatas laki-laki. Ia sadar bahwa perempuan telah memiliki kodrat yang tidak mungkin ditentang yang telah diciptakan oleh Tuhan yaitu menstruasi,hamil dan menyusui, serta bukan menciptakan perempuan pembangkang. Kartini menyadari itu.
Inilah yang sering disalahartikan,bagaimana perempuan saat ini mengatasnamakan emansipasi namun menentang orang tua bahkan suami. Kita harus sadari wanita saat ini tentunya bukanlah objek tapi harus dipandang sebagai subjek, akan tetapi sadar akan posisi, hak dan kewajiban sebagai perempuan yang tidak sempurna tanpa laki-laki yang melindunginya, begitupun sebaliknya, lelaki saat ini pun harus lebih fleksibel dalam memandang perempuan. Perempuan jangan diperlakukan sebagai objek, tetapi sebagai subjek. Jadi satu sama lain harus saling mendukung dan menghargai. Karena laki-laki dan perempuan memiliki peran serta hak dan kewajiban yang berbeda yang tentunya diciptakan untuk saling melengkapi.
Sekalipun banyak sekali manipulasi yang diciptakan oleh situasi politik terkait penetapan sosok Kartini, bahkan penetapan Kartini sebagai pahlwan. Serta meskipun perjuangannya tidak sehebat perempuan lainnya. Kartini adalah sosok yang harus tetap kita hargai dan teladani sebagai perempuan Indonesia yang telah hidup dan berjuang sesuai cara dan kemampuannya pada konteks zaman itu.
Tak kenal maka tak sayang, jangan merayakan sebelum tahu secara mendalam siapa sebenarnya sosok yang kita teladani dan rayakan itu. Pelajari sejarah, karena belajar dari sejarahlah kita dapat mengetahui dan menghargai sesuatu serta menciptakan pribadi yang bijak di masa kini guna membangun masa depan yang lebih baik dari kemarin. (Asep Kambali)
(Sumber: komunitashistoria.com)

Sutradara Konferensi Asia-Afrika: Ali Sastroamidjojo

Ali Sastroamidjojo
Konferensi Tingkat Tinggi Asia Afrika atau yang sering digaungkan dengan singkatan KAA pernah dilangsungkan di Gedung Merdeka, Bandung pada tanggal 18-24 April 1955. Konferensi ini merupakan sebuah pertemuan antara negara-negara Asia dan Afrika yang baru saja memperoleh kemerdekaannya. KAA sendiri diselenggarakan oleh Indonesia, Myanmar, Sri Lanka, India dan Pakistan yang dikoordinasi oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Sunario dengan tujuan untuk melawan kolonialisme dan neokolonialisme Amerika Serikat,
Jika mengingat peristiwa KAA, kita tidak akan lupa akan peran seorang Perdana Menteri sekaligus ketua umum KAA pada saat itu yang dijabat oleh Ali Sastroamidjojo, S.H. Pria kelahiran Grabag Magelang, 21 Mei 1903 ini merupakan seorang tokoh politik pemerintahan dan Bapak Bangsa Indonesia yang terkenal akan kiprahnya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Pada masa awal pemerintahan Indonesia yang baru ia ditunjuk sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, ia juga merupakan Duta Besar pertama Indonesia untuk Amerika yang mengawali membuka perwakilan di negeri Paman SAM.
Ali mendapatkan gelar Messter in de Rechten (sarjana hukum) dari Universitas Leiden, Belanda tahun 1927. Ia juga merupakan Perdana Menteri Indonesia ke-8 yang sempat menjabat selama 2 periode. Selain itu, Ali sempat menjabat sebagai wakil Menteri Penerangan, Menteri Pengajaran, dan Wakil Ketua MPRS.
Ali Sastroamidjojo juga tercatat pernah menjabat sebagai wakil ketua delegasi Republik Indonesia dalam perundingan dengan Belanda tahun 1948, dan menjadi anggota delegasi Republik Indonesia dalam perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB). Setelah diakuinya kedaulatan atas Republik Indonesia, Ali diangkat menjadi Duta Besar Republik Indonesia di Amerika Serikat, Kanada, dan Meksiko tahun 1950-1955. Ia juga diangkat menjadi ketua umum Konferensi Asia Afrika di Bandung tahun 1955 dan wakil tetap Indonesia di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 1957-1960 dan menjadi ketua umum PNI tahun 1960-1966.

Salah satu puncak karir dari Ali Sastroamidjojo yang paling diingat oleh banyak orang adalah jabatannya sebagai Perdana Menteri Republik Indonesia. Ia dikenal sebagai sosok pejuang diplomasi dengan jiwa internasional yang konsisten khususnya terhadap semangat “Bandung Ibu Kota Asia Afrika”.
Peranan Ali Sastroamidjojo dalam percaturan diplomasi Indonesia sangat tampak dalam drama KAA dimana Ali berhasil menjadi sutradara besar konferensi. Ia berhasil meyakinkan 4 perdana menteri lainnya pada konferensi Kolombo untuk menyelenggarakan KAA 1955, karena tanpa Colombo Plan, tidak akan terjadi KAA.
Konfrensi Asia Afrika yang pertama (KAA I) diadakan di kota Bandung pada tanggal 19 april 1955 dan dihadiri oleh 29 negara kawasan Asia dan Afrika. Keterangan Pemerintah Indonesia tentang politik luar negeri yang disampaikan oleh Perdana Menteri Mr.Ali Sastroamidjojo, di depan parlemen pada tanggal 25 Agustus 1953, menyatakan;
“Kerja sama dalam golongan negara-negara Asia Arab (Afrika) kami pandang penting benar, karena kami yakin, bahwa kerja sama erat negara-negara tersebut tentulah akan memperkuat usaha ke arah perdamaian dunia yang kekal. Kerjasama antar negara-negara Asia Afrika tersebut adalah sesuai benar dengan aturan-aturan dalam PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) yang menyenangi kerjasama kedaerahan (regional arrangements). Lain dari itu negara-negara itu pada umumnya memang mempunyai pendirian-pendirian yang sama dalam beberapa soal di lapangan internasional, jadi mempunyai dasar sama (commonground)untuk mengadakan golongan yang khusus. Dari sebab itu kerja sama tersebut akan kami lanjutkan dan pererat”.
Bunyi pernyataan tersebut mencerminkan ide dan kehendak Pemerintah Indonesia untuk mempererat kerja sama di antara negara-negara Asia Afrika.
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Ceylon (Srilangka) Sir Jhon Kotelawala mengundang para Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), Indonesia (Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu pertemuan informal di negaranya. Undangan tersebut di terima baik oleh semua pimpinan pemerintah negara yang diundang.Pertemuan yang kemudian disebut Konferensi Kolombo itu dilaksanakan pada tanggal 28 April sampai dengan 2 Mei 1954. konferensi ini membicarakan masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama.
Yang menarik perhatian para peserta konferensi, diantaranya pernyataan yang diajukan oleh Perdana Menteri Indonesia :
“Where do we stand now, we the peoples of Asia , in this world of ours to day?” (“Dimana sekarang kita berdiri, bangsa Asia sedang berada di tengah-tengah persaingan dunia?”), kemudian pernyataan tersebut dijawab sendiri dengan menyatakan:
(“Kita sekarang berada dipersimpangan jalan sejatah umat manusia. Oleh karena itu kita Lima Perdana Menteri negara-negara Asia bertemu disini untuk membicarakan masalah-masalah yang krusial yang sedang dihadapi oleh masyarakat yang kita wakili. Ada beberapa hal yang mendorong Indonesia mengajukan usulan untuk mengadakan pertemuan lain yang lebih luas, antara negara-negara Afrika dan Asia . Saya percaya bahwa masalah-masalah itu tidak terjadi hanya di negara-negara Asia yang terwakili disini, tetapi juga sama pentingnya bagi negara-negara Afrika dan Asia lainnya”).

Pernyataan tersebut memberi arah kepada lahirnya Konferensi Asia Afrika. Akhirnya, dalam pernyataan bersama pada akhir Konferensi Kolombo, dinyatakan bahwa para Perdana Menteri peserta konferensi membicarakan kehendak untuk mengadakan konferensi negara-negara Asia Afrika dan menyetujui usul agar Perdana Menteri Indonesia dapat menjejaki kemungkinan mengadakan konferensi semacam itu.
KAA menghasilkan Sepuluh (10) inti sari / isi yang terkandung dalam Bandung Declaration / Dasasila Bandung, yang berisi :
1. Menghormati hak-hak dasar manusia seperti yang tercantum pada Piagam PBB.
2. Menghormati kedaulatan dan integritas semua bangsa.
3. Menghormati dan menghargai perbedaan ras serta mengakui persamaan semua ras dan bangsa di dunia.
4. Tidak ikut campur dan intervensi persoalan negara lain.
5. Menghormati hak setiap bangsa untuk mempertahankan diri baik sendiri maupun kolektif sesuai dengan piagam pbb.
6. Tidak menggunakan peraturan dari pertahanan kolektif dalam bertindak untuk kepentingan suatu negara besar.
7. Tidak mengancam dan melakukan tindak kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara.
8. Mengatasi dan menyelesaikan segala bentuk perselisihan internasional secara jalan damai dengan persetujuan PBB.
9. Memajukan kepentingan bersama dan kerjasama.
10. Menghormati hukum dan juga kewajiban internasional.

Dengan adanya Dasa Sila Bandung mampu menghasilkan resolusi dalam persidangan PBB ke 15 tahun 1960 yaitu resolusi Deklarasi Pembenaran Kemerdekaan kepada negara-negara dan bangsa yang terjajah yang lebih dikenal sebagai Deklarasi Dekolonisasi.
Kebesaran Ali semakin tampak pada hari kelima penyelenggaraan KAA yang terselenggara di Bandung, kecanggihan diplomasinya mampu menyatukan berbagai latar belakang ideologi untuk bersatu dalam forum internasional kulit berwarna pertama di dunia saat itu. Selain menjadi tokoh politik, ia juga rajin mempublikasikan buah pikirannya dalam berbagai buku karangannya sendiri, seperti buku Pengantar Hukum Internasional (1971), Politik Luar Negeri Indonesia Dewasa Ini (1972), otobiografi Tonggak-tonggak Perjalananku (1974), dan Empat Mahasiswa Indonesia di Negeri Belanda (1975).
(sumber: pusakaindonesia.org)

Sejarah Konferensi Asia Afrika (KAA)

Berakhirnya Perang Dunia I membawa pengaruh terhadap bangsa-bangsa Asia dan Afrika untuk memperoleh kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan. Di samping itu juga ditandai dengan munculnya dua kekuatan ideologis, politis, dan militer termasuk pengembangan senjata nuklir. Negara Republik Indonesia dalam menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat dan bernegara selalu berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945. Salah satu bentuk penyelenggaraan kehidupan bernegara adalah menjalin kerja sama dengan negara lain. Kebijakan yang menyangkut hubungan dengan negara lain terangkum dalam kebijakan politik luar negeri. Oleh karena itu, pelaksanaan politik luar negeri Indonesia juga harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.Indonesia mencetuskan gagasannya untuk menggalang kerja sama dan solidaritas antarbangsa dengan menyelenggarakan KAA.
Latar Belakang Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika
Politik luar negeri Indonesia adalah bebas aktif. Bebas, artinya bangsa Indonesia tidak memihak pada salah satu blok yang ada di dunia. Jadi, bangsa Indonesia berhak bersahabat dengan negara mana pun asal tanpa ada unsur ikatan tertentu. Bebas juga berarti bahwa bangsa Indonesia mempunyai cara sendiri dalam menanggapi masalah internasional. Aktifberarti bahwa bangsa Indonesia secara aktif ikut mengusahakan terwujudnya perdamaian dunia. Negara Indonesia memilih sifat politik luar negerinya bebas aktif sebab setelah Perang Dunia II berakhir di dunia telah muncul dua kekuatan adidaya baru yang saling berhadapan, yaitu negara Amerika Serikat dan Uni Soviet. Amerika Serikat memelopori berdirinya Blok Barat atau Blok kapitalis (liberal), sedangkan Uni Soviet memelopori kemunculan Blok Timur atau blok sosialis (komunis).

Dalam upaya meredakan ketegangan dan untuk mewujudkan perdamaian dunia, pemerintah Indonesia memprakarsai dan menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Usaha ini mendapat dukungan dari negara-negara di Asia dan Afrika. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada umumnya pernah menderita karena penindasan imperialis Barat. Persamaan nasib itu menimbulkan rasa setia kawan. Setelah Perang Dunia II berakhir, banyak negara di Asia dan Afrika yang berhasil mencapai kemerdekaan, di antaranya adalah India, Indonesia, Filipina, Pakistan, Burma (Myanmar), Sri Lanka, Vietnam, dan Libia. Sementara itu, masih banyak pula negara yang berada di kawasan Asia dan Afrika belum dapat mencapai kemerdekaan. Bangsa-bangsa di Asia dan Afrika yang telah merdeka tidak melupakan masa lampaunya. Mereka tetap merasa senasib dan sependeritaan. Lebih-lebih apabila mengingat masih banyak negara di Asia dan Afrika yang belum merdeka. Rasa setia kawan itu dicetuskan dalam

Konferensi Asia Afrika. Sebagai cetusan rasa setia kawan dan sebagai usaha untuk menjaga perdamaian dunia, pelaksanaan Konferensi Asia Afrika mempunyai arti penting, baik bagi bangsa-bangsa di Asia dan Afrika pada khususnya maupun dunia pada umumnya.
Prakarsa untuk mengadakan Konferensi Asia Afrika dikemukakan pertama kali oleh Perdana Menteri RI Ali Sastroamijoyo yang kemudian mendapat dukungan dari negara India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar) dalam Konferensi Colombo.

Konferensi Pendahuluan
Sebelum Konferensi Asia Afrika dilaksanakan, terlebih dahulu diadakan konferensi pendahuluan sebagai persiapan. Konferensi pendahuluan tersebut, antara lain sebagai berikut.
Konferensi Kolombo (Konferensi Pancanegara I)
Konferensi pendahuluan yang pertama diselenggarakan di Kolombo, ibu kota negara Sri Lanka pada tanggal 28 April–2 Mei 1954. Konferensi dihadiri oleh lima orang perdana menteri dari negara sebagai berikut.
  • Perdana Menteri Pakistan : Muhammad Ali Jinnah
  • Perdana Menteri Sri Lanka : Sir John Kotelawala
  • Perdana Menteri Burma (Myanmar) : U Nu
  • Perdana Menteri Indonesia : Ali Sastroamijoyo
  • Perdana Menteri India : Jawaharlal Nehru
Konferensi Kolombo membahas masalah Vietnam, sebagai persiapan untuk menghadapi Konferensi di Jenewa. Di samping itu Konferensi Kolombo secara aklamasi memutuskan akan mengadakan Konferensi Asia Afrika dan pemerintah Indonesia ditunjuk sebagai penyelenggaranya. Kelima negara yang wakilnya hadir dalam Konferensi Kolombo kemudian dikenal dengan nama Pancanegara. Kelima negara itu disebut sebagai negara sponsor. Konferensi Kolombo juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara I.

Konferensi Bogor (Konferensi Pancanegara II)
Konferensi pendahuluan yang kedua diselenggarakan di Bogor pada tanggal 22–29 Desember 1954. Konferensi itu dihadiri pula oleh perdana menteri negara-negara peserta Konferensi Kolombo. Konferensi Bogor memutuskan hal-hal sebagai berikut.
  • Konferensi Asia Afrika akan diselenggarakan di Bandung pada bulan 18-24 April 1955.
  • Penetapan tujuan KAA dan menetapkan negara-negara yang akan diundang sebagai peserta Konferensi Asia Afrika.
  • Hal-hal yang akan dibicarakan dalam Konferensi Asia Afrika.
  • Pemberian dukungan terhadap tuntutan Indonesia mengenai Irian Barat.
Konferensi Bogor juga terkenal dengan nama Konferensi Pancanegara II.
Pelaksanaan Konferensi Asia Afrika
Sesuai dengan rencana, Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Bandung pada tanggal 18–24 April 1955. Kon-ferensi Asia Afrika dihadiri oleh wakil-wakil dari 29 negara yang terdiri atas negara pengundang dan negara yang diundang.
  • Negara pengundang meliputi Indonesia, India, Pakistan, Sri Lanka, dan Burma (Myanmar).
  • Negara yang diundang 24 negara terdiri atas 6 negara Afrika dan 18 negara meliputi Asia (Filipina, Thailand, Kampuchea, Laos, RRC, Jepang, Vietnam Utara, Vietnam Selatan, Nepal, Afghanistan, Iran, Irak, Saudi Arabia, Syria (Suriah), Yordania, Lebanon, Turki, Yaman), dan Afrika (Mesir, Sudan, Etiopia, Liberia, Libia, dan Pantai Emas/Gold Coast).
Negara yang diundang, tetapi tidak hadir pada Konferensi Asia Afrika adalah Rhodesia/Federasi Afrika Tengah. Ketidakhadiran itu disebabkan Federasi Afrika Tengah masih dilanda pertikaian dalam negara/dikuasai oleh orang-orang Inggris. Semua persidangan Konferensi Asia Afrika diselenggarakan di Gedung Merdeka, Bandung.
Latar belakang dan dasar pertimbangan diadakan KAA adalah sebagai berikut.
  • Kenangan kejayaan masa lampau dari beberapa negara di kawasan Asia-Afrika.
  • Perasaan senasib sepenanggungan karena sama-sama merasakan masa penjajahan dan penindasan bangsa Barat, kecuali Thailand.
  • Meningkatnya kesadaran berbangsa yang dimotori oleh golongan elite nasional/terpelajar dan intelektual.
  • 4) Adanya Perang Dingin antara Blok Barat dengan Blok Timur.
  • Memiliki pokok-pokok yang kuat dalam hal bangsa, agama, dan budaya.
  • Secara geografis letaknya berdekatan dan saling melengkapi satu sama lain.
Tujuan diadakannya Konferensi Asia Afrika, antara lain:
  • memajukan kerja sama bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan;
  • memberantas diskriminasi ras dan kolonialisme;
  • memperbesar peranan bangsa Asia dan Afrika di dunia dan ikut serta mengusahakan perdamaian dunia dan kerja sama internasional.
  • bekerja sama dalam bidang sosial, ekonomi, dan budaya,
  • membicarakan masalah-masalah khusus yang menyangkut kepentingan bersama seperti kedaulatan negara, rasionalisme, dan kolonialisme.
Konferensi Asia Afrika membicarakan hal-hal yang menyangkut kepentingan bersama negara-negara di Asia dan Afrika, terutama kerja sama ekonomi dan kebudayaan, serta masalah kolonialisme dan perdamaian dunia. Kerja sama ekonomi dalam lingkungan bangsa-bangsa Asia dan Afrika dilakukan dengan saling memberikan bantuan teknik dan tenaga ahli. Konferensi berpendapat bahwa negara-negara di Asia dan Afrika perlu memperluas perdagangan dan pertukaran delegasi dagang. Dalam konferensi tersebut ditegaskan juga pentingnya masalah perhubungan antarnegara karena kelancaran perhubungan dapat memajukan ekonomi. Konferensi juga menyetujui penggunaan beberapa organisasi internasional yang telah ada untuk memajukan ekonomi. Konferensi Asia Afrika menyokong sepenuhnya prinsip dasar hak asasi manusia yang tercantum dalam Piagam PBB. Oleh karena itu, sangat disesalkan masih adanya rasialisme dan diskriminasi warna kulit di beberapa negara. Konferensi mendukung usaha untuk melenyapkan rasialisme dan diskriminasi warna kulit di mana pun di dunia ini. Konferensi juga menyatakan bahwa kolonialisme dalam segala bentuk harus diakhiri dan setiap perjuangan kemer-dekaan harus dibantu sampai berhasil. Demi perdamaian dunia, konferensi mendukung adanya perlucutan senjata. Juga diserukan agar percobaan senjata nuklir dihentikan dan masalah perdamaian juga merupakan masalah yang sangat penting dalam pergaulan internasional. Oleh karena itu, semua bangsa di dunia hendaknya menjalankan toleransi dan hidup berdampingan secara damai. Demi perdamaian pula, konferensi menganjurkan agar negara yang memenuhi syarat segera dapat diterima menjadi anggota PBB.
Konferensi setelah membicarakan beberapa masalah yang menyangkut kepentingan negara-negara Asia Afrika khususnya dan negara-negara di dunia pada umumnya, segera mengambil beberapa keputusan penting, antara lain:
  1. memajukan kerja sama bangsa-bangsa Asia Afrika di bidang sosial, ekonomi, dan kebudayaan;
  2. menuntut kemerdekaan bagi Aljazair, Tunisia, dan Maroko;
  3. mendukung tuntutan Indonesia atas Irian Barat dan tuntutan Yaman atas Aden;
  4. menentang diskriminasi ras dan kolonialisme dalam segala bentuk;
  5. aktif mengusahakan perdamaian dunia.
Selain menetapkan keputusan tersebut, konferensi juga mengajak setiap bangsa di dunia untuk menjalankan beberapa prinsip bersama, seperti:
  1. menghormati hak-hak dasar manusia, tujuan, serta asas yang termuat dalam Piagam PBB;
  2. menghormati kedaulatan dan integritas teritorial semua bangsa;
  3. mengakui persamaan ras dan persamaan semua bangsa, baik bangsa besar maupun bangsa kecil;
  4. melakukan intervensi atau ikut campur tangan dalam persoalan dalam negeri negara lain;
  5. menghormati hak-hak tiap bangsa untuk mempertahankan diri, baik secara sendirian maupun secara kolektif sesuai dengan Piagam PBB;
  6. a) tidak menggunakan peraturan-peraturan dari pertahanan kolektif untuk bertindak bagi kepentingan khusus salah satu negara besar; b) tidak melakukan tekanan terhadap negara lain;
  7. tidak melakukan tindakan atau ancaman agresi ataupun penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atas kemerdekaan politik suatu negara;
  8. menyelesaikan segala perselisihan internasional secara damai sesuai dengan Piagam PBB;
  9. memajukan kepentingan bersama dan kerja sama internasional;
  10. menghormati hukum dan kewajiban internasional lainnya.
Kesepuluh prinsip yang dinyatakan dalam Konferensi Asia Afrika itu dikenal dengan nama Dasasila Bandung atau Bandung Declaration.
Pengaruh Konferensi Asia Afrika bagi Solidaritas dan Perjuangan Kemerdekaan Bangsa di Asia dan Afrika
Konferensi Asia Afrika membawa pengaruh yang besar bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika. Pengaruh Konferensi Asia Afrika adalah sebagai berikut.
  • Perintis dalam membina solidaritas bangsa-bangsa dan merupakan titik tolak untuk mengakui kenyataan bahwa semua bangsa di dunia harus dapat hidup berdampingan secara damai.
  • Cetusan rasa setia kawan dan kebangsaan bangsa-bangsa Asia Afrika untuk menggalang persatuan.
  • Penjelmaan kebangkitan kembali bangsa-bangsa di Asia dan Afrika.
  •  Pendorong bagi perjuangan kemerdekaan bangsa di dunia pada umumnya serta di Asia dan Afrika khususnya.
  • Memberikan pengaruh yang besar terhadap perjuangan bangsa-bangsa di Asia dan Afrika dalam mencapai kemerdekaannya.
  • Banyak negara-negara Asia-Afrika yang merdeka kemudian masuk menjadi anggota PBB.
Selain membawa pengaruh bagi solidaritas dan perjuangan kemerdekaan bangsa di Asia dan Afrika, Konferensi Asia Afrika juga menimbulkan dampak yang penting dalam perkembangan dunia pada umumnya. Pengaruh atau dampak itu, antara lain sebagai berikut.
  • Konferensi Asia Afrika mampu menjadi penengah dua blok yang saling berseteru sehingga dapat mengurangi ketegangan/détenteakibat Perang Dingin dan mencegah terjadinya perang terbuka.
  • Gagasan Konferensi Asia Afrika berkembang lebih luas lagi dan diwujudkan dalam Gerakan Non Blok.
  • Politik bebas aktif yang dijalankan Indonesia, India, Burma (Myanmar), dan Sri Lanka tampak mulai diikuti oleh negara-negara yang tidak bersedia masuk Blok Timur ataupun Blok Barat.
  • Belanda cemas dalam menghadapi kelompok Asia Afrika di PBB sebab dalam Sidang Umum PBB, kelompok tersebut mendukung tuntutan Indonesia atas kembalinya Irian Barat ke pangkuan RI.
  • Australia dan Amerika Serikat mulai berusaha menghapuskan diskriminasi ras di negaranya.
Konferensi Asia Afrika dan pengaruhnya terhadap solidaritas antarbangsa tidak hanya berdampak pada negara-negara di Asia dan Afrika, tetapi juga bergema ke seluruh dunia.